Miris! Paman Tega Jual Rumah Anak Yatim, Laporan Mereka Terbengkalai di Polres Bangka Tengah
PANGKALPINANG, – Tiga anak yatim piatu dari Desa Terak, Bangka Belitung, terperangkap dalam nasib tragis. Ade (15), Sherli (19), dan Nia (13) kehilangan rumah warisan orang tua mereka yang dijual tanpa sepengetahuan mereka oleh paman mereka sendiri. Setelah harta benda mereka dicuri, ketiga anak ini kini terlunta-lunta tanpa tempat tinggal, dan upaya mereka mencari keadilan terhambat oleh mandeknya laporan di Polres Bangka Tengah dan Ombudsman Bangka Belitung. Sabtu (7/9/2024).
Ade Sherli menceritakan kisah pilu ini kepada Kantor Berita Online Bangka Belitung (KBO Babel). Mereka menggambarkan bagaimana sang paman, Dadong, dengan licik berusaha merebut harta warisan keluarga mereka setelah ayah mereka meninggal dunia.
Paman mereka datang dari Bandung pada bulan Ramadan lalu dengan maksud ingin "membantu" mengurus surat tanah warisan mereka.
Menurut Ade, sang paman awalnya meminta mereka menandatangani surat kuasa yang memungkinkan dirinya untuk mengurus penjualan tanah.
Namun, Ade yang saat itu baru berusia 15 tahun, menolak. "Saya masih di bawah umur, tidak mau tanda tangan, tapi belakangan saya tahu ada tanda tangan saya di surat kuasa itu," ungkap Ade dengan raut penuh kebingungan.
Sherli, saudari tertua, yang juga tidak pernah memberikan persetujuannya, menambahkan bahwa mereka sama sekali tidak menyadari bahwa surat kuasa tersebut ternyata digunakan untuk menjual rumah mereka.
Beberapa minggu setelah pertemuan dengan pamannya, Sherli pulang dari bekerja dan mendapati pintu rumah mereka sudah diganti kuncinya.
"Saat saya pulang, kuncinya sudah diganti. Saya mengintip dari celah-celah dinding, dan ternyata rumah kami sudah kosong, semua barang-barang dicuri," ceritanya dengan sedih.
Rumah Terjual, Tanpa Sepengetahuan Mereka
Keterkejutan mereka bertambah saat mendatangi Kantor Desa Terak untuk melaporkan pencurian tersebut.
Di sana, pihak desa memberi tahu bahwa rumah mereka sudah dijual oleh paman mereka kepada seseorang bernama Jimny, seharga Rp 80 juta. Surat tanah atas nama Jimny telah diterbitkan pihak desa.
"Kami sama sekali tidak tahu kalau rumah kami dijual. Baru tahu setelah diberitahu desa," ujar Sherli dengan penuh emosi. Hilang sudah rumah dan segala harta benda yang mereka miliki.
Laporan Polisi Tidak Diproses
Tidak tinggal diam, Ade dan kedua saudarinya segera melapor ke Polres Bangka Tengah pada 19 April 2024, sedangkan jawaban laporan pengaduan nomor : B/26/V/RES.1.8/2024/Reskrim tertanggal 16 Mei 2024, kemudian sempat mengajukan aduan ke Ombudsman Bangka Belitung.
Namun, hingga hari ini, laporan mereka tampaknya berjalan di tempat. Tak ada tindakan lebih lanjut dari polisi maupun Ombudsman.
Serli menuturkan kekecewaannya terhadap penegak hukum. "Polres Koba sudah kami datangi berkali-kali, tapi tidak ada jawaban pasti. Pihak desa juga bilang surat tanah Jimny sah, ada bukti pembayaran. Kami anak yatim, kemana harus cari keadilan?" keluhnya.
Sherli dan adik-adiknya merasa seolah diabaikan oleh aparat hukum, yang seharusnya melindungi hak-hak mereka sebagai anak yatim yang rentan. "Kami ini anak yatim, tidak ada yang urus," ucapnya lirih.
Kuasa Hukum: Laporan Tidak Sah
Andi Surya Teja, kuasa hukum yang kini membela Ade dan saudara-saudarinya, menyampaikan bahwa laporan polisi tersebut tidak sah secara administratif.
"Laporan ini sudah empat bulan, tapi tidak ada tindak lanjut. Biasanya, laporan memiliki nomor registrasi yang jelas, namun laporan mereka tidak memilikinya. Selain itu, tidak ada kejelasan model laporan," jelas Andi.
Ia menegaskan, kasus ini harus segera ditindaklanjuti, terutama karena melibatkan anak-anak yatim yang sangat rentan.
"Polisi seharusnya menyita aset yang terlibat dalam kasus ini, menyelidiki siapa pelaku pencurian barang-barang mereka, serta menyelidiki penjualan rumah yang mencurigakan ini," tegasnya.
Andi juga mempertanyakan mengapa pihak-pihak yang terlibat, termasuk sang paman, Jimny sebagai pembeli, dan pihak desa, belum mendapatkan panggilan resmi untuk dimintai keterangan.
"Kenapa toleransinya pada mereka, sementara anak-anak yatim ini diabaikan?" tambahnya dengan nada kesal.
Kecewa Pada Lembaga Hukum
Lebih jauh, Andi menyoroti kinerja lembaga-lembaga hukum yang tampaknya abai dalam memberikan perlindungan kepada anak yatim.
"Mereka ini dilindungi oleh undang-undang dasar, tapi lembaga-lembaga yang seharusnya kompeten malah tidak melakukan apapun. Ini sangat mengecewakan," ujarnya.
Andi berjanji akan terus memperjuangkan hak-hak Ade dan saudara-saudarinya hingga mereka mendapatkan keadilan yang layak.
Ia mendesak agar Ombudsman Bangka Belitung dan Polres Bangka Tengah segera memberikan kejelasan terkait kasus ini.
Hidup Dalam Ketidakpastian
Kini, Ade, Sherli, dan Nia terpaksa hidup dalam kondisi yang sangat sulit, tanpa rumah dan tanpa harta benda.
Mereka hanya bisa berharap ada keadilan bagi mereka, agar harta warisan yang menjadi hak mereka dapat kembali.
"Kami cuma ingin hidup tenang dan tidak lagi harus memikirkan kapan bisa mendapatkan keadilan. Kami harap ada yang peduli," ungkap Sherli penuh harapan.
Kisah tragis yang dialami oleh tiga anak yatim ini mencerminkan betapa lemahnya perlindungan hukum bagi kelompok yang rentan di masyarakat.
Jika dibiarkan berlarut-larut, kasus ini bisa menjadi preseden buruk tentang bagaimana ketidakadilan bisa terus berlangsung ketika aparat hukum dan lembaga negara gagal menjalankan tugas mereka dengan benar.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Bangka Tengah IPTU Imam Satriawan saat dikonfirmasi oleh wartawan jejaring media KBO Babel membenarkan bahwa laporan pengaduan dari Ade Sherly sedang berproses.
“Betul bang, laporan pengaduannya sudah masuk, sekarang sedang ditangani oleh penyidik, nanti kami kabari perkembangannya.”Pungkasnya. (KBO Babel)
Tags:
Peristiwa